BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu fenomena yang dalam terakhir ini berkembang
pesat mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya
blok-blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia. Di
dalam literature perdagangan / ekonomi internasioanal, fenomena ini disebut
sebagai regionalism, yakni pembentukan integrasi-integrasi ekonomi regional
seperti ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika Utara.
Bentuk dari integrasi-integrasi ekonomi
regional yang ada bervariasi, mulai dari yang sangat sederhana atau yang masih
pada tahap awal dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional, yakni
sejumlah negara membuat kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan
perdagangan antarmereka (preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat
tidak mengikat atau sukarela seperti APEC (Asia
Pacific Economic Co-operation) hingga pembentukan organisasi resmi dengan
segala macam kesepakatan yang sifatnya mengikat, seperti ASEAN dan UE.
Kedua organisasi ekonomi regional
tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap perdagangan
internasional, terutama UE yang merupakan organisasi ekonomi regional termaju
di dunia hingga saat ini yang telah mencapai tahap akhir dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional yakni
kesamaan dlam bidnag fiscal dan moneter dengan mengeluarkan uang tunggalnya
Euro(€). Bahkan organisasi ekonomi ini juga sangat diperhitungkan di dalam
kancah perpolitikan internasioanal. Semakin pentingnya UE, tidak hanya di dalam
perekonomian dan perdagangan Eropa, tetapi juga pada tingkat global, banyak
negara-negara di Eropa Timur bekas negara-negara satelit Uni soviet
berkeinginan keras untuk bergabung dengan UE. Bahkan Turki telah ditolak oleh
Perancis unutk semntara waktu tetap berusaha sekuat tenaga untuk bergabung
dengan UE.
Adam Smith dalam tulisannya An Inquiry into The Wealth of Nation
atau yang dikenal dengan The Wealth of
Nation (1776) mengatakan secara alami bahwa setiap manusia akan selalu
memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi
dirinya sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan
warganya melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasra
falsafah individualisme yang menjadi landasan prinsip demokrasi ekonomi pasar
dan hak asasi manusia. Falsafah individualisme ini dalam perjalanannya
memenangkan dari segala pertarungan dan macam-macam falsafah pemikiran ekonomi,
terutama dengan pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran komunisme. Posisi
falsafah individualisme ini lebih memiliki sifat universal dan manusiawi
dibandingkan dengan komunisme yang dikembangkan oleh Karl Marx.
Pemikiran individualisme yang
merangsang setiap aktivitas ekonomi bergerak secara bebas merupakan dasar dari
perkembangan ekonomi pasar sehingga berkembang menjadi perdagangan bebas antar
individu, antar kelompok, antar masyarakat, antar daerah hingga antarnegara.
Perkembangan ekonomi dunia yang
begiru pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan
mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang
mengandalkan ekspor disatu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi.
Di pihak lain, hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan
untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.
Gejala globalisasi terjadi dalam
kegiatan finansial, investasi, dan perdagangan yang kemudian memengaruhi tata
hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar
hubungan saling ketergantungan antar negara, bahakn menimbulkan proses menyatukan
ekonomi dunia sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia
usaha/ bisnis seakan-akan tidak berlaku lagi.
Selain globalisasi, perubahan yang
cukup menonjol adalah kecenderungan terpisahnya kegiatan ekonomi primer dari
ekonomi industry, yang berarti bahwa penggunaan material selama industry
semakin sedikit. Dari perkembangan itu tertlihat bahwa proses kegiatan ekonomi
produksi industry pengolahan dalam perkembangannya tampak makin melemah kaitannya
kebelakang, sehingga perkembangannya tidak banyak menimbulkan pengaruh yang
serupa pada produksi barang primer.
ASEAN Free Trade
Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk
membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi
dunia serta serta menciptakan pasar regional
bagi 500 juta penduduknya.
AFTA
dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura
tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA)
merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu
kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan
dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun
2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema
Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area (
CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif
hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan
non tarif lainnya.
Perkembangan
terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan
semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar
dan Vietnam pada tahun 2015.
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan merupakan suatu pertanyaan yang memerlukan
jawaban atau pemecahan. Selain
membantu dalam menegaskan inti analisa, permasalahan diperlukan pula untuk
memudahkan penulis dalam melakukan penelitian serta pengumpulan data. Berkaitan
dengan masalah atau problematika, The Liang Gie mendefinisikannya sebagai
berikut :
“Masalah ialah kejadian atau keadaan yang
menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya. Kita tidak puas
dengan hanya melihat saja, melainkan kita ingin mengetahui lebih mendalam.
Masalah berhubungan dengan ilmu, ilmu senantiasa mengajukan pertanyaan
bagaimana dan apa sebabnya.”[1]
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan
masalah yang diambil oleh penulis adalah :
” Apa yang harus
secepatnya dilakukan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan untuk
menghadapi perdagangan bebas ASEAN melalui kerjasama perdagangan AFTA?
1.3 Tujuan
dan Manfaat Penulisan
Adapun tujuan dari
penulisan ini adalah :
1.
Untuk mengetahui upaya
yang dilakukan
Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan untuk menghadapi perdagangan
bebas ASEAN melalui kerjasama perdagangan
AFTA.
2.
Sebagai prasyarat
untuk mengikuti ujian tengah semester genap mata kuliah Metodelogi Ilmu Politik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Jember.
1.4 Kerangka Teori
Kerangka
konsep dan teori akan sangat membantu dalam melihat dan menganalisa sebuah
fenomena atau permasalahan. Menurut Mochtar Mas’oed,
“Sedangkan
teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam
menyusun generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir
dalam pikiran manusia, dan hal ini bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta
dapat dipakai sebagai batu loncatan. Teori politik adalah bahasan dan
generalisasi dari fenomena yang bersifat politik.”[3]
Kerangka konsep dan teori akan sangat membantu dalam
melihat dan menganalisa sebuah fenomena atau permasalahan.
Kerangka teori merupakan hasil berfikir rasional yang dituangkan secara tertulis
meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah dan atau sub masalah-sub
masalah.[4]
Decision Making Process
Aksi pemerintah suatu negara
untuk merencanakan dan menentukan keputusan politik luar negeri mengacu
pada factor-faktor domestic negaranya untuk mencapai suatu tujuan . Hal ini
dijadikan sebagai acuan untuk menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain
yang menjadi subyek dari keputusan.
Mengacu pada teori decision making
proses diatas, politik luar negeri direncanakan dan dirumuskan atas dasar
pemerintah suatu negara yang mengambil keputusan yang bertitik tolak dari
aspek-aspek domestik negaranya. Sama halnya dengan respon Indonesia atas
inisiatif kerjasama bilateral dan regional (APEC)
merupakan produk dari decision making proses pemerintah Indonesia.
Teori tentang integrasi ekonomi
Integrasi
ekonomi dan kerjasama dapat mengambil beberapa bentuk dan motif. Agar
pembahasan tentang kerjasama perdagangan antar Negara ASEAN menjadi lebih
mudah, perlu kita menyegarkan kembali ingatan kita tentang suatu teori yang
mengajarkan tentang integrasi.menurut
Kindegler dan Linders (1978) seperti dikutip oleh Koh dan Toh (Esmara,
1988:151-2) ada lima bentuk integrasi yaitu;
a.
Kawasan Perdagangan Bebas (Free
Trade Area) adalah suatu bentuk integrasi ekonomi dimana pembatasan kuantitatif
dan hambatan tarif antara Negara-negara anggota dihapuskan, dan setiap Negara
tetap memberlakukan tarifnya sendiri-sendiri terhadap Negara luar yang bukan
anggota.
b.
Custom Union adalah integrasi
ekonomi dimana tarif antara Negara anggot adihapuskan dan “tarif bersama
eksternal” (common external tariff) tetap diberlakukan terhadap Negara bukan
anggota.
c.
Pasar Bersama (Common Market)
adalah bentuk integrasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri Custom Union plus
penghapusan pembatasan perdagangan dan penghapusan pembatasan lalu lintas
factor-faktor produksi antarnegara anggota.
d.
Uni atau Kesatuan Ekonomi
(Economic Union) adalah satu bentuk integrasi disamping memiliki cirri-ciri
Pasar Bersama juga ada penyeragaman kebijakan ekonomi dan sosial.\
e.
Uni Supranasional
(Suoranational Union) adalah suatu bentuk integrasi ekonomi dimana pemerintahan
nasional meyerahkan kekuasaan atau sovereignity kebijaksanaan ekonomi dan
sosial kepada otoritas supranasional.
1.5 Hipotesa
Untuk
memberikan jawaban sementara atas apa yang dipertanyakan dalam rumusan masalah
sebelumnya, maka disusunlah sebuah hipotesa.
Arti
hipotesis sendiri ialah pernyataan alterntatif
(bersifat sementara) yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja
yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.[5]
Hipotesis berperan penting dalam memberikan jawaban sementara atas permasalahan
yang diajukan pada sebuah penulisan ilmiah, dan akan lebih valid jika
didasarkan pada konsep yang relevan. Karena berupa jawaban sementara, maka
dugaan tersebut mungkin dapat benar dan mungkin salah atau mungkin juga dapat
dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat sementara.
“Perumusan hipotesa yang baik adalah dengan
merumuskan jawaban sementara secara jelas, sederhana, dan terbatas serta dapat
diuji. Kesederhanaan dan keterbatasan ini dimaksudkan untuk mengurangi
kesalahpahaman yang mungkin timbul dari perbedaan pengertian, juga sebagai penjelasan
tentang luas dan dalamnya permasalahan yang diselidiki.”5
Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari
kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan
untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan
tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff (bea masuk 0 – 5 %)
maupun hambatan non tariff bagi negara-negara anggota ASEAN. Untuk Indonesia, kerjasama AFTA
merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian
yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan
komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA.
Upaya ke arah itu, nampaknya masih
memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupun
para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat
ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada
persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan,
kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis
yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan dengan diberlakukannya
otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat menjadi salah satu
dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga lebih kompetitif
di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus memberikan dampak
positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan
pembangunan daerah.
BAB 2
PEMBAHASAN.
Dalam AFTA, peran negara dalam perdagangan
sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang
merupakan wewenang negara dipangkas. Karena itu, diperlukan perubahan paradigma
yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan
proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing. Tidak saja secara
nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global. Karena itu,
kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan produk
menjadi salah satu kunci keberhasilan.[6]
2.1
Kebijakan Perdagangan sebagai Langkah Awal Peran Pemerintah
Kebijakan
perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada
penciptaan dan pemantapa kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan
meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri
dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan
harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi
produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan
kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta menetapkan stabilitas
ekonomi.[7]
Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut
dupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang
lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan
pembangunan.
Kerangka landasn perdagangan yang ingin
dicapai tersebut meliputi unsure-unsur sebagai berikut.
1.
Penciptaan
struktur ekspor nonmigas yang kuat dan tangguh yang tidak terganggu oleh
gejolak dengan melakukan diversifikasi,
baik produk pasar maupun pelakunya.
2.
Penciptaan
system distribusi nasional ayng efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan
daya saing produk-produk ekspor, mempertahankan tingkat harga yang stabil
didalam negeri dan pengembangan produksi dalam negeri menuju structur ekonomi
yang lebih berimbang dengan industry
yang makin kuat dan didukung oleh pertanian yang tangguh.
3.
Peningkatan
daya saing usaha sebagai pelaku dalam kegiatan ekonomi perdagangan, baik dalam
negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang kokh dalam menghadapi
pasar dunia yang semakin ketat persaingannya. Di samping itu di bina kerjasama
yang saling menguntungkan antara unsure-unsur dunia usaha dan antara yang
besar, menengah dan kecil.
4.
Transportasi
pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan. Untuk itu, kegiatan informasi
perdaganganakan lebih diintensifkan agar
para pengusaha dengan mudah memperolehnya. Telah dibangun system jaringan
informasi pasar yang untuk sementara
kegiatannya masih terbatas di ibukota provinsi utama, yaitu Jakarta, Bandung,
Semarang, Medan, Surabaya, dan Ujung Pandang. Jaringan informasi ini
dihubungkan juga dengan kantor-kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITCP)
di luar negeri. Informasi yang tersedia meliputi berbagai peraturan dibidang
ekspor, daftar iportir diluar negeri, produk-produk yang diminta, dan data-data
perdagangan berbagai Negara.
5.
Kemantapan
bekerjanya lembaga-lembaga perdagangan. Berfungsinya secara baik
lembaga-lembaga perdaganagan sangat penting dalam memperlancar arus pengadaan
dan penyaluran barang, baik untu keperluan didalam negeri maupun untuk ekspor.
Untuk itu,akan terus dikembangkannya peranan dari badan pelaksana komoditi,
pasar lelang karet, pembinaan keagenan, pasar dan sebagainya.
6.
Kemantapan
bekerjanya sector penunjang perdagangan. Untuk itu, secara terus menerus dibina
kerjasama berbagai instasi terkait agar dapat persamaan persepsi dan langkah
dalam rangka meningkatkan ekspor khususnya serta terbinanya perdagnagn yang
lancer pada umumnya.
Pembangunan perdagangan dalam negeri
sangat berperan dalam mewujudkan trilogy
pembangunan, yang meliputi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
meningkatkan laju pertumbuhan, dan memantapkan stabilitas ekonomi. Perdagangan
dalam negeri yang efisien dan efektif akan memperlancar arus barang dan jasa
serta semakin meluasnya pasar produk-produk dalam negeri akan meningkatkan
kegiatan produksi dari sector ynag bersangkutan maupun sector lain.
Berkembangnya sector-sektor tersebut dengan sendirinya akan meningktkan
kesmpatan kerja. Tersedianya barang dna jasa dipasar dengan harga yang layak
bagi kesejahteraan hidup rakyat. Hal ini dimungkinkan apabila diterapakan
system tata niaga yang efisien dan efektif.
2.2
Proteksi
Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan
pada industry-industri domestic terhadap masuknya barang impor dalam jangka
waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan
kelangsungan indusri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum. Tindakan
tersebut merupakan aktivitas yang dapat dibenarkan, bahwa tidak masuk akal
untuk mengimpor barang yang dibuat didalam negeri. Sesuai dengan pemikiran
Merkantilisme, kebijakan perdagangan luar negeri memiliki dua tujuan utama,
yakni meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor. [8]
Contoh dari proteksi yang telah
dilakukan oleh pemerintah menghadapi AFTA adalah sebagai berikut ini.
Departemen Pertanian (Deptan) menyetujui usulan
Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) agar pemerintah memberikan perlindungan
sementara terhadap komoditas hasil pertanian yang belum mampu bersaing di
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA).
Pemerintah harus
memberikan perlindungan yang bagus, dalam artian proteksi yang mampu memacu
petani untuk berkembang dan pada saat yang sama kita butuh pemicu buat mereka
dalam bentuk dukungan kredit, teknologi, informasi, dan sebagainya. fasilitas
tersebut diperlukan agar petani Indonesia tetap eksis, termasuk pemberlakuan
tarif Bea Masuk (BM) impor yang tinggi untuk komoditas pertanian tertentu.
Bahkan negara lain khususnya di luar ASEAN telah lebih dulu dari Indonesia
melakukan proteksi untuk komoditas tertentu melalui pengenaan tarif impor yang
tinggi. Cina misalnya, mengenakan kuota impor beras dengan BM sebesar 1-9
persen untuk jumlah kuota yang ditetapkan sebanyak 200 ribu ton dan tarif impor
180 persen di atas kuota itu. Dalam pelaksanaan Common Effective
Preferential Tariff (CEPT)-AFTA, masing-masing negara setiap tahun mengeluarkan
legal enactment (semacam surat keputusan) pada 1 Januari yang memasukkan
produknya dalam IL.
Dalam SK
Menteri Keuangan mengenai CEPT-AFTA pada 2001, hanya sekitar 7.192 pos tarif
yang disetujui masuk IL. Pada 2002, jumlahnya produk yang masuk dalam IL
bertambah menjadi 7.206 pos tarif dengan masuknya sejumlah item produk
pertanian itu. Namun dari total 7.206 pos tarif yang masuk IL, 66 pos tarif
untuk produk kimia dan plastik tidak dimajukan penurunan tarifnya pada 2002,
melainkan tetap pada 2003.
Tidak
hanya Indonesia yang produknya masuk daftar fleksibilitas, sehingga produk
dalam IL-nya belum mencapai tarif nol sampai 5 persen. Anggota ASEAN lainnya
yang memasukkan produknya dalam daftar fleksibilitas adalah Brunei 16 item,
Malaysia 922 item, Pilipina 199 item, dan Thailand 472 item.
Meskipun
sekitar 99 persen dari 7.206 pos tarif diturunkan tarifnya pada 2002, Indonesia
diyakini mampu bersaing dengan produk negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data
statistik, perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya selalu surplus,
kecuali dengan Thailand, karena Indonesia banyak mengimpor gula dan beras.
Selama
ini, Indonesia maupun negara ASEAN lainnya kurang memanfaatkan perdagangan
regional. Perdagangan Indonesia dengan sesama negara ASEAN sejauh ini baru
mencapai 20 persen. Padahal, perdagangan sesama negara di Eropa mencapai 70
persen. (N-3)
2.3
Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia
sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih memiliki beberapa kendala yang
menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari
segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di
Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang
baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang
berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah
lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha
ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan
berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga produk
yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan
meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal ternyata
dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa
menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan sisi buruknya yang bisa
mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain yang harus dihadapi
adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan
maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang
selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional. Miliaran dolar amblas
setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan dengan baik. Menurut
taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari seharusnya digunakan untuk
mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan sarana yang lain. Kendala utama
bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat,
politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola pikir ini sangat penting
bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun, selain menghadapi berbagai
persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang
yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan
harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara
bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi.
Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai
keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan. Ternyata,
kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.
Berdasarkan peraturan Pemerintah
Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk mempunyai saham hampir 99
persen. Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan partner lokalnya tidak
mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.
2.4
Dampak AFTA
Ada banyak dampak suatu perjanjian
perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan.
Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan
B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoretis, perdagangan bebas
antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan
komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama)
akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan
mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan
memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan
akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat
produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara
mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi
dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara
kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua
negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan
perdagangan).
Saat ini AFTA sudah hampir
seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut,
tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi.
Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk
dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara
ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah
diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.
Sesuai dengan teori yang dibahas di
atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara
ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami
pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu,
ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar
40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA telah memberikan
kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di
pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia,
kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih
lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor
negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan
pangsa pasar China di Indonesia.
Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor
negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah
meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar
ASEAN di Indonesia
2.5 Keuntungan AFTA Bagi Indonesia
Suatu kesepakatan
atau perjanjian kerjasama dalam perdagangan dilakukan terdapat suatu keuntungan
tersendiri bagi negara yang ikut kedalamnya. Dalam AFTA tersendiri,
negara-negara ASEAN sepakat untuk ikut serta berarti terdapat suatu keuntungan
yang nantinya akan didapat oleh negara anggotanya.[9]
Bagi Indonesia
sendiri, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan. AFTA merupakan peluang bagi
kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus
menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif
si pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong
perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para
pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga
dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN
lainnya.
AFTA juga
dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di
Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha
tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar
dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk
lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran
para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang
kuat.
Jelas semua hal
tersenut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia dalam
memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang.
Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan
kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya. Hal ini
dikarenakan untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam
menghadapi AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu
industri tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah
haruslah memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan modal.Bentuk
bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil dan menengah
dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat bersaing dengan
produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
AFTA adalah bentuk dari Free Trade Area di kawasan
Asia Tenggara merupakan kerjasama regional dalam bidang ekonomi mempunyai
tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di antara negara anggota melalui
penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk di dalamnya beberapa
komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen. Inti AFTA adalah CEPT (Common
Effective Preferential Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di
antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan
lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.
Sampai saat ini, CEPT masih merupakan hal yang sulit
untuk dijalankan oleh Negara-negara di ASEAN, hanya Singapura saja yang sudah
dapat mengurangi hambatan tarifnya sebesar 0 %, sedangakan Negara-negara ASEAN
lainnya masih berusaha untuk mencoba mengurangi hambatan tarifnya.
Indonesia sebagai Negara yang menyetujui AFTA,
sebentar lagi akan masuk ke dalam era perdagangan bebas, sehingga bangsa ini
akan bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya. Dengan kondisi bangsa
Indonesia dan perekonomian Indonesia saat ini, Indonesia dapat dikatakan masih
belum siap dalam menghadapi persaingan global. Sumber daya manusia Indonesia
dengan masih banyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang
minim membuat Indonesia diprediksikan akan kalah dalam persaingan. Situasi
politik dan hukum di Indonesia yang amat sangat tidak pasti juga menambah
jumlah nilai minus Indonesia dalam menghadapi AFTA.
Infrastruktur dan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area
(AFTA) atau pasar bebas ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu bagaimana kualitas
SDM dan infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu tidak lama lagi,”
kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda Pakpahan, di Jakarta.
Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat potensial untuk
memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya lagi
pembatasan kuota produk.[10]
Namun, bagi Indonesia bukan melulu
keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak
mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. Dampak terburuk justru
mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang
kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di ASEAN di
luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar).
Selain SDM, infrastruktur di tanah
air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA. Indonesia harus bisa menjadi
pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau mediator dalam perdagangan
bebas. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas, Indonesia harus bisa
membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan nasional, mewujudkan “good
corporate governance“, dan membenahi birokrasi sekaligus memberantas
korupsi. Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan pemerintah dalam masa-masa
krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.
Yang harus dilakukan Indonesia agar
dapat dengan baik menghadapi AFTA dan dapat bersaing dengan Negara-negara lain
di dalamnya adalah :
a.
Pemantapan
Organisasi Pelaksanaa AFTA
AFTA sebagai suatu kegiatan baru
dalam kerjasama ASEAN harus didukung oleh
struktur organisasi yang kuat agar pelaksanaannya dapat
berjalan sebagaimana
mestinya. Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan
karena AFTA harus dilaksanakan dengan baik, adil dan terarah sehingga dapat
dimanfaatkan secara maksimal dan merata. Juga diperlukan pengawasan yang ketat
untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kecurangan dalam pelaksanaan
perdagangan yang akan merugikan negara tertentu.
b.
Promosi
dan Penetrasi Pasar
Kenyataan menunjukkan bahwa volume
perdagangan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, adalah
nomor dua terkecil setelah Filipina, sedangkan volume perdagangan Indoensia
dengan Singapura hanya 5,1 persen dari seluruh perdagangan intra-ASEAN. Keadaan
tersebut
terutama disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia belum
banyak dikenal oleh negara-negara ASEAN. Karena itu, keikutsertaan dalam
pameran perdagangan internasional perlu ditingkatkan. Peningkatan kunjungan
dagang sangat besar pula artinya dalam melakukan promosi dan penetrasi pasar
hasil produksi Indonesia.
c.
Peningkatan
Efisiensi Produksi Dalam Negeri
Untuk meningkatkan efisiensi
produksi dalam negeri, perlu diciptakan kondisi persaingan yang sehat di antara
sesama pengusaha agar tidak terdapat “distorsi harga” bahan baku. Di samping
itu, biaya-biaya non produksi secara keseluruhan dapat ditekan. Dalam kaitan
ini, kebijakan deregulasi yang telah dijalankan Pemerintah sejak beberapa tahun
yang lalu perlu terus dilanjutkan dan diperluas kepada sektor-sektor riil yang
langsung mempengaruhi kegiatan produksi dan selanjutnya perlu diusahakan agar
pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung menciptakan kondisi monopoli dalam
pengelolaan usaha perlu dihilangkan.
d.
Peningkatan
Kualitas Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya manusia
Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan kualitas sumberdaya manusia
negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi AFTA,
usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu lebih
ditingkatkan dengan mengembangkan sekolah kejuruan dan politeknik di masa
mendatang.
e.
Perlindungan
Terhadap Industri Kecil
Pelaksanaan AFTA akan mengakibatkan
tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan besar yang mampu terus
berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan terus menekan industri
kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan para konglomerat. Untuk
melindungi industri kecil tersebut, perlu diwujudkan sebuah undang-undang anti
monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu perusahaan-perusahaan
berskala kecil.
f.
Upaya
Meningkatkan Daya Saing Sektor Pertanian
Dalam
upaya meningkatkan peran ekspor sektor pertanian, perlu dikembangkan
produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun
pasar internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui
serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem agribisnis
yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran
(Kartasasmita, 1996).
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.depdag.go.id/files/publikasi/djkipi/afta.htm diakses pada tanggal 27 Maret 2011
http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/ diakses pada tanggal 27 Maret 2011
http://els.bappenas.go.id/upload/other/Deptan%20Setujui%20Usul.htm diakses pada tanggal 27 Maret 2011
http://regional.kompasiana.com/2010/11/14/asean-free-trade-area/ diakses pada tanggal 27 Maret 2011
http://www.antara.co.id/arc/2007/4/4/infrastruktur-dan-sdm-indonesia-belum-siap-hadapi-afta/ (diakses pada tanggal 14 April 2007,
Pk. 17.30 WIB)
Gie, The Liang. Ilmu Politik : Suatu Pembahasan Tentang
Pengertian, Kedudukan, Lingkupan dan Metodologi. Jogjakarta : Gadjah Mada
University Press. 1974.
Nasution,
M.A., Prof. Dr. S. 2003. Metode Research
(Penelitian Ilmiah). Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan internasional, Disiplin dan
Metodeologi. Jakarta: LP3ES.
Nazir, Ph.D. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
UNEJ, UPT Penerbitan. 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Jember. Jember: Jember
University Press.\
Tambunan, Dr. Tulus T.H.
2004. Globalisasi dan Perdagangan
Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.
Halwani, R. Hendra Prof. Dr. M.A. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia
Indonesia.
[1] Gie, The Liang. Ilmu Politik
: Suatu Pembahasan Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkupan dan Metodologi.
Jogjakarta : Gadjah Mada University Press. 1974. Hal 47.
[2] Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional,
Disiplin dan Metodologi. Jakarta ; LP3ES, 1990, Hal 94
[6] http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/
[7] Prof. Dr. R. hendra Halwani, M.A. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia
Indonesia. 2005. Hal 340
[8] Dr. Tulus T.H. Tambunan. Globalisasi
dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004. Hal 325
[9] http://regional.kompasiana.com/2010/11/14/asean-free-trade-area/
[10] http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/