Sabtu, 08 Juni 2013

USAHA INDONESIA MENGHADAPI PERDAGANGAN BEBAS ASEAN (AFTA) DALAM ERA GLOBALISASI EKONOMI

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Politik Internasional

 BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu fenomena yang dalam terakhir ini berkembang pesat mengikuti pesatnya laju globalisasi ekonomi dunia adalah munculnya blok-blok ekonomi dan perdagangan regional disejumlah wilayah di dunia. Di dalam literature perdagangan / ekonomi internasioanal, fenomena ini disebut sebagai regionalism, yakni pembentukan integrasi-integrasi ekonomi regional seperti ASEAN di Asia Tenggara, Uni Eropa (UE) di Eropa, dan NAFTA di Amerika Utara. Bentuk  dari integrasi-integrasi ekonomi regional yang ada bervariasi, mulai dari yang sangat sederhana atau yang masih pada tahap awal dari pembentukan suatu integrasi ekonomi regional, yakni sejumlah negara membuat kesepakatan-kesepakatan bersama untuk meningkatkan perdagangan antarmereka (preferential trading arrangement; PTA) yang bersifat tidak mengikat atau sukarela seperti APEC (Asia Pacific Economic Co-operation) hingga pembentukan organisasi resmi dengan segala macam kesepakatan yang sifatnya mengikat, seperti ASEAN dan UE.
            Kedua organisasi ekonomi regional tersebut mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap perdagangan internasional, terutama UE yang merupakan organisasi ekonomi regional termaju di dunia hingga saat ini yang telah mencapai tahap akhir dari pembentukan  suatu integrasi ekonomi regional yakni kesamaan dlam bidnag fiscal dan moneter dengan mengeluarkan uang tunggalnya Euro(€). Bahkan organisasi ekonomi ini juga sangat diperhitungkan di dalam kancah perpolitikan internasioanal. Semakin pentingnya UE, tidak hanya di dalam perekonomian dan perdagangan Eropa, tetapi juga pada tingkat global, banyak negara-negara di Eropa Timur bekas negara-negara satelit Uni soviet berkeinginan keras untuk bergabung dengan UE. Bahkan Turki telah ditolak oleh Perancis unutk semntara waktu tetap berusaha sekuat tenaga untuk bergabung dengan UE.
            Adam Smith dalam tulisannya An Inquiry into The Wealth of Nation atau yang dikenal dengan The Wealth of Nation (1776) mengatakan secara alami bahwa setiap manusia akan selalu memperoleh dorongan untuk dapat meningkatkan kehidupannya agar lebih baik bagi dirinya sendiri. Selanjutnya dijelaskan bahwa masyarakat yang memungkinkan warganya melakukan hal-hal yang baik bagi dirinya sendiri. Inilah dasra falsafah individualisme yang menjadi landasan prinsip demokrasi ekonomi pasar dan hak asasi manusia. Falsafah individualisme ini dalam perjalanannya memenangkan dari segala pertarungan dan macam-macam falsafah pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran ekonomi, terutama dengan pemikiran komunisme. Posisi falsafah individualisme ini lebih memiliki sifat universal dan manusiawi dibandingkan dengan komunisme yang dikembangkan oleh Karl Marx.
            Pemikiran individualisme yang merangsang setiap aktivitas ekonomi bergerak secara bebas merupakan dasar dari perkembangan ekonomi pasar sehingga berkembang menjadi perdagangan bebas antar individu, antar kelompok, antar masyarakat, antar daerah hingga antarnegara.
            Perkembangan ekonomi dunia yang begiru pesat telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan dan mempertajam persaingan yang menambah semakin rumitnya strategi pembangunan yang mengandalkan ekspor disatu pihak, hal ini merupakan tantangan dan kendala yang membatasi. Di pihak lain, hal tersebut merupakan peluang baru yang dapat dimanfaatkan untuk keberhasilan pelaksanaan pembangunan nasional.
            Gejala globalisasi terjadi dalam kegiatan finansial, investasi, dan perdagangan yang kemudian memengaruhi tata hubungan ekonomi antar bangsa. Proses globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahakn menimbulkan proses menyatukan ekonomi dunia sehingga batas-batas antar negara dalam berbagai praktik dunia usaha/ bisnis seakan-akan tidak berlaku lagi.  
            Selain globalisasi, perubahan yang cukup menonjol adalah kecenderungan terpisahnya kegiatan ekonomi primer dari ekonomi industry, yang berarti bahwa penggunaan material selama industry semakin sedikit. Dari perkembangan itu tertlihat bahwa proses kegiatan ekonomi produksi industry pengolahan dalam perkembangannya tampak makin melemah kaitannya kebelakang, sehingga perkembangannya tidak banyak menimbulkan pengaruh yang serupa pada produksi barang primer.
           ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia serta  serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya.
AFTA dibentuk pada waktu Konperensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan ASEAN FreeTrade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu kawasan bebas perdagangan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia akan dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir dipercepat lagi menjadi tahun 2002.
Skema Common Effective Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area ( CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk  mewujudkan AFTA melalui : penurunan tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kwantitatif dan hambatan-hambatan non tarif lainnya.
Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam pada tahun 2015.
1.2  Rumusan Masalah
Permasalahan merupakan suatu pertanyaan yang memerlukan jawaban atau pemecahan. Selain membantu dalam menegaskan inti analisa, permasalahan diperlukan pula untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian serta pengumpulan data. Berkaitan dengan masalah atau problematika, The Liang Gie mendefinisikannya sebagai berikut :
“Masalah ialah kejadian atau keadaan yang menimbulkan pertanyaan dalam hati kita tentang kedudukannya. Kita tidak puas dengan hanya melihat saja, melainkan kita ingin mengetahui lebih mendalam. Masalah berhubungan dengan ilmu, ilmu senantiasa mengajukan pertanyaan bagaimana dan apa sebabnya.”[1]
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang diambil oleh penulis adalah : Apa yang harus secepatnya dilakukan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan untuk menghadapi perdagangan bebas ASEAN melalui kerjasama perdagangan  AFTA?



1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1.      Untuk mengetahui upaya yang dilakukan Indonesia dalam menghadapi globalisasi ekonomi dan untuk menghadapi perdagangan bebas ASEAN melalui kerjasama perdagangan  AFTA.
2.      Sebagai prasyarat untuk mengikuti ujian tengah semester genap mata kuliah Metodelogi Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu politik Universitas Jember.


1.4 Kerangka Teori

Kerangka konsep dan teori akan sangat membantu dalam melihat dan menganalisa sebuah fenomena atau permasalahan. Menurut Mochtar Mas’oed,
“Konsep adalah abstraksi yang mewakili suatu obyek, sifat obyek ataupun fenomena tertentu”[2].
“Sedangkan teori adalah generalisasi yang abstrak mengenai beberapa fenomena. Dalam menyusun generalisasi itu teori selalu memakai konsep-konsep. Konsep itu lahir dalam pikiran manusia, dan hal ini bersifat abstrak, sekalipun fakta-fakta dapat dipakai sebagai batu loncatan. Teori politik adalah bahasan dan generalisasi dari fenomena yang bersifat politik.”[3]
Kerangka konsep dan teori akan sangat membantu dalam melihat dan menganalisa sebuah fenomena atau permasalahan. Kerangka teori merupakan hasil berfikir rasional yang dituangkan secara tertulis meliputi aspek-aspek yang terdapat di dalam masalah dan atau sub masalah-sub masalah.[4]


      Decision Making Process
Aksi pemerintah suatu negara  untuk merencanakan dan menentukan keputusan politik luar negeri mengacu pada factor-faktor domestic negaranya untuk mencapai suatu tujuan . Hal ini dijadikan sebagai acuan untuk menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain yang menjadi subyek dari keputusan.
            Mengacu pada teori decision making proses diatas, politik luar negeri direncanakan dan dirumuskan atas dasar pemerintah suatu negara yang mengambil keputusan yang bertitik tolak dari aspek-aspek domestik negaranya. Sama halnya dengan respon Indonesia atas inisiatif  kerjasama  bilateral dan regional (APEC) merupakan produk dari decision making proses pemerintah Indonesia.
            Teori tentang integrasi ekonomi
Integrasi ekonomi dan kerjasama dapat mengambil beberapa bentuk dan motif. Agar pembahasan tentang kerjasama perdagangan antar Negara ASEAN menjadi lebih mudah, perlu kita menyegarkan kembali ingatan kita tentang suatu teori yang mengajarkan  tentang integrasi.menurut Kindegler dan Linders (1978) seperti dikutip oleh Koh dan Toh (Esmara, 1988:151-2) ada lima bentuk integrasi yaitu;
a.       Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Area) adalah suatu bentuk integrasi ekonomi dimana pembatasan kuantitatif dan hambatan tarif antara Negara-negara anggota dihapuskan, dan setiap Negara tetap memberlakukan tarifnya sendiri-sendiri terhadap Negara luar yang bukan anggota.
b.      Custom Union adalah integrasi ekonomi dimana tarif antara Negara anggot adihapuskan dan “tarif bersama eksternal” (common external tariff) tetap diberlakukan terhadap Negara bukan anggota.
c.       Pasar Bersama (Common Market) adalah bentuk integrasi ekonomi yang memiliki ciri-ciri Custom Union plus penghapusan pembatasan perdagangan dan penghapusan pembatasan lalu lintas factor-faktor produksi antarnegara anggota.
d.      Uni atau Kesatuan Ekonomi (Economic Union) adalah satu bentuk integrasi disamping memiliki cirri-ciri Pasar Bersama juga ada penyeragaman kebijakan ekonomi dan sosial.\
e.       Uni Supranasional (Suoranational Union) adalah suatu bentuk integrasi ekonomi dimana pemerintahan nasional meyerahkan kekuasaan atau sovereignity kebijaksanaan ekonomi dan sosial kepada otoritas supranasional.
1.5  Hipotesa

Untuk memberikan jawaban sementara atas apa yang dipertanyakan dalam rumusan masalah sebelumnya, maka disusunlah sebuah hipotesa.
Arti hipotesis sendiri ialah pernyataan alterntatif (bersifat sementara) yang merupakan dugaan atau terkaan tentang apa saja yang kita amati dalam usaha untuk memahaminya.[5] Hipotesis berperan penting dalam memberikan jawaban sementara atas permasalahan yang diajukan pada sebuah penulisan ilmiah, dan akan lebih valid jika didasarkan pada konsep yang relevan. Karena berupa jawaban sementara, maka dugaan tersebut mungkin dapat benar dan mungkin salah atau mungkin juga dapat dipandang sebagai kesimpulan yang sifatnya sangat sementara.
“Perumusan hipotesa yang baik adalah dengan merumuskan jawaban sementara secara jelas, sederhana, dan terbatas serta dapat diuji. Kesederhanaan dan keterbatasan ini dimaksudkan untuk mengurangi kesalahpahaman yang mungkin timbul dari perbedaan pengertian, juga sebagai penjelasan tentang luas dan dalamnya permasalahan yang diselidiki.”5
Asean Free Trade Area (AFTA) adalah bentuk dari kerjasama perdagangan dan ekonomi di wilayah ASEAN yang berupa kesepakatan untuk menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif barang perdagangan dimana tidak ada hambatan tariff (bea masuk 0 – 5 %) maupun hambatan non tariff bagi negara-negara anggota ASEAN. Untuk Indonesia, kerjasama AFTA merupakan peluang yang cukup terbuka bagi kegiatan ekspor komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi tantangan untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif di pasar regional AFTA.
Upaya ke arah itu, nampaknya masih memerlukan perhatian serta kebijakan yang lebih serius dari pemerintah maupun para pelaku agrobisnis, mengingat beberapa komoditas pertanian Indonesia saat ini maupun di masa yang akan datang masih akan selalu dihadapkan pada persoalan-persoalan dalam peningkatan produksi yang berkualitas, permodalan, kebijakan harga dan nilai tukar serta persaingan pasar di samping iklim politis yang tidak kondusif bagi sektor pertanian.
Diharapkan dengan diberlakukannya otonomi daerah perhatian pada sektor agribisnis dapat menjadi salah satu dorongan bagi peningkatan kualitas produk pertanian sehingga lebih kompetitif di pasar lokal, regional maupun pasar global, dan sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional maupun peningkatan pendapatan petani dan pembangunan daerah.


BAB 2
PEMBAHASAN.
Dalam AFTA, peran negara dalam perdagangan sebenarnya akan direduksi secara signifikan. Sebab, mekanisme tarif yang merupakan wewenang negara dipangkas. Karena itu, diperlukan perubahan paradigma yang sangat signifikan, yakni dari kegiatan perdagangan yang mengandalkan proteksi negara menjadi kemampuan perusahaan untuk bersaing. Tidak saja secara nasional atau regional dalam AFTA, namun juga secara global. Karena itu, kekuatan manajemen, efisiensi, kemampuan permodalan, dan keunggulan produk menjadi salah satu kunci keberhasilan.[6]
2.1 Kebijakan Perdagangan sebagai Langkah Awal Peran Pemerintah
Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era globalisasi ekonomi diarahkan pada penciptaan dan pemantapa kerangka landasan perdagangan, yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memperlancar arus barang dan jasa, mendorong pembentukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menenunjnag efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan rakyat serta menetapkan stabilitas ekonomi.[7]
Dalam pelaksanaanya, kebijakan tersebut dupayakan secara terpadu dan saling mendukung dengan kebijakan dibidang-bidang lainnya agar tercapainya keseimbangan dalam mencapai berbagai tujuan pembangunan.
Kerangka landasn perdagangan yang ingin dicapai tersebut meliputi unsure-unsur sebagai berikut.
1.      Penciptaan struktur ekspor nonmigas yang kuat dan tangguh yang tidak terganggu oleh gejolak  dengan melakukan diversifikasi, baik produk pasar maupun pelakunya.
2.      Penciptaan system distribusi nasional ayng efektif dan efisien dalam rangka meningkatkan daya saing produk-produk ekspor, mempertahankan tingkat harga yang stabil didalam negeri dan pengembangan produksi dalam negeri menuju structur ekonomi yang  lebih berimbang dengan industry yang makin kuat dan didukung oleh pertanian yang tangguh.
3.      Peningkatan daya saing usaha sebagai pelaku dalam kegiatan ekonomi perdagangan, baik dalam negeri maupun ekspor dengan memupuk kebersamaan yang kokh dalam menghadapi pasar dunia yang semakin ketat persaingannya. Di samping itu di bina kerjasama yang saling menguntungkan antara unsure-unsur dunia usaha dan antara yang besar, menengah dan kecil.
4.      Transportasi pasar dan pengelolaan kegiatan perdagangan. Untuk itu, kegiatan informasi perdaganganakan  lebih diintensifkan agar para pengusaha dengan mudah memperolehnya. Telah dibangun system jaringan informasi pasar yang untuk  sementara kegiatannya masih terbatas di ibukota provinsi utama, yaitu Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Surabaya, dan Ujung Pandang. Jaringan informasi ini dihubungkan juga dengan kantor-kantor Indonesian Trade Promotion Centre (ITCP) di luar negeri. Informasi yang tersedia meliputi berbagai peraturan dibidang ekspor, daftar iportir diluar negeri, produk-produk yang diminta, dan data-data perdagangan berbagai Negara.
5.      Kemantapan bekerjanya lembaga-lembaga perdagangan. Berfungsinya secara baik lembaga-lembaga perdaganagan sangat penting dalam memperlancar arus pengadaan dan penyaluran barang, baik untu keperluan didalam negeri maupun untuk ekspor. Untuk itu,akan terus dikembangkannya peranan dari badan pelaksana komoditi, pasar lelang karet, pembinaan keagenan, pasar dan sebagainya.
6.      Kemantapan bekerjanya sector penunjang perdagangan. Untuk itu, secara terus menerus dibina kerjasama berbagai instasi terkait agar dapat persamaan persepsi dan langkah dalam rangka meningkatkan ekspor khususnya serta terbinanya perdagnagn yang lancer pada umumnya.
Pembangunan perdagangan dalam negeri sangat berperan  dalam mewujudkan trilogy pembangunan, yang meliputi pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan laju pertumbuhan, dan memantapkan stabilitas ekonomi. Perdagangan dalam negeri yang efisien dan efektif akan memperlancar arus barang dan jasa serta semakin meluasnya pasar produk-produk dalam negeri akan meningkatkan kegiatan produksi dari sector ynag bersangkutan maupun sector lain. Berkembangnya sector-sektor tersebut dengan sendirinya akan meningktkan kesmpatan kerja. Tersedianya barang dna jasa dipasar dengan harga yang layak bagi kesejahteraan hidup rakyat. Hal ini dimungkinkan apabila diterapakan system tata niaga yang efisien dan efektif.
2.2 Proteksi
            Proteksi adalah upaya pemerintah mengadakan perlindungan pada industry-industri domestic terhadap masuknya barang impor dalam jangka waktu tertentu. Proteksi bertujuan melindungi, membesarkan, atau mengecilkan kelangsungan indusri dalam negeri yang berlaku dalam perdagangan umum. Tindakan tersebut merupakan aktivitas yang dapat dibenarkan, bahwa tidak masuk akal untuk mengimpor barang yang dibuat didalam negeri. Sesuai dengan pemikiran Merkantilisme, kebijakan perdagangan luar negeri memiliki dua tujuan utama, yakni meningkatkan ekspor dan mengurangi ketergantungan pada impor. [8]
Contoh dari proteksi yang telah dilakukan oleh pemerintah menghadapi AFTA adalah sebagai berikut ini.
Departemen Pertanian (Deptan) menyetujui usulan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) agar pemerintah memberikan perlindungan sementara terhadap komoditas hasil pertanian yang belum mampu bersaing di Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area/AFTA). Pemerintah harus memberikan perlindungan yang bagus, dalam artian proteksi yang mampu memacu petani untuk berkembang dan pada saat yang sama kita butuh pemicu buat mereka dalam bentuk dukungan kredit, teknologi, informasi, dan sebagainya. fasilitas tersebut diperlukan agar petani Indonesia tetap eksis, termasuk pemberlakuan tarif Bea Masuk (BM) impor yang tinggi untuk komoditas pertanian tertentu. Bahkan negara lain khususnya di luar ASEAN telah lebih dulu dari Indonesia melakukan proteksi untuk komoditas tertentu melalui pengenaan tarif impor yang tinggi. Cina misalnya, mengenakan kuota impor beras dengan BM sebesar 1-9 persen untuk jumlah kuota yang ditetapkan sebanyak 200 ribu ton dan tarif impor 180 persen di atas kuota itu. Dalam pelaksanaan Common Effective Preferential Tariff (CEPT)-AFTA, masing-masing negara setiap tahun mengeluarkan legal enactment (semacam surat keputusan) pada 1 Januari yang memasukkan produknya dalam IL.
Dalam SK Menteri Keuangan mengenai CEPT-AFTA pada 2001, hanya sekitar 7.192 pos tarif yang disetujui masuk IL. Pada 2002, jumlahnya produk yang masuk dalam IL bertambah menjadi 7.206 pos tarif dengan masuknya sejumlah item produk pertanian itu. Namun dari total 7.206 pos tarif yang masuk IL, 66 pos tarif untuk produk kimia dan plastik tidak dimajukan penurunan tarifnya pada 2002, melainkan tetap pada 2003.
Tidak hanya Indonesia yang produknya masuk daftar fleksibilitas, sehingga produk dalam IL-nya belum mencapai tarif nol sampai 5 persen. Anggota ASEAN lainnya yang memasukkan produknya dalam daftar fleksibilitas adalah Brunei 16 item, Malaysia 922 item, Pilipina 199 item, dan Thailand 472 item.
Meskipun sekitar 99 persen dari 7.206 pos tarif diturunkan tarifnya pada 2002, Indonesia diyakini mampu bersaing dengan produk negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data statistik, perdagangan Indonesia dengan negara ASEAN lainnya selalu surplus, kecuali dengan Thailand, karena Indonesia banyak mengimpor gula dan beras.
Selama ini, Indonesia maupun negara ASEAN lainnya kurang memanfaatkan perdagangan regional. Perdagangan Indonesia dengan sesama negara ASEAN sejauh ini baru mencapai 20 persen. Padahal, perdagangan sesama negara di Eropa mencapai 70 persen. (N-3)
2.3 Persoalan yang dihadapi oleh Indonesia  
Dalam menghadapi AFTA, Indonesia sebagai salah satu Negara anggota ASEANmasih memiliki beberapa kendala yang menunjukan ketidaksiapan kita dalam menghadapi AFTA, diantanya adalah; dari segi penegakan hukum, sudah diketahui bahwa sektor itu termasuk buruk di Indonesia. Jika tak ada kepastian hukum, maka iklim usaha tidak akan berkembang baik, yang mana hal tersebut akan menyebabkana biaya ekonomi tinggi yang berpengaruh terhadap daya saing produk dalam pasar internasional.
Faktor lain yang amat penting adalah lembaga-lembaga yang seharusnya ikut memperlancar perdagangan dan dunia usaha ternyata malah sering diindikasikan KKN. Akibat masih meluasnya KKN dan berbagai pungutan yang dilakukan unsure pemerintah di semua lapisan, harga produk yang dilempar ke pasar akan terpengaruhi. Otonomi daerah yang diharapkan akan meningkatkan akuntabilitas pejabat publik dan mendorong ekonomi lokal ternyata dipakai untuk menarik keuntungan sebanyak-banyaknya dari dunia usaha tanpa menghiraukan implikasinya. Otonomi malah menampilkan sisi buruknya yang bisa mempengaruhi daya saing produk Indonesia di pasar dunia.
Persoalan lain yang harus dihadapi adalah kenyataan bahwa perbatasan Indonesia sangat luas, baik berupa lautan maupun daratan, yang sangat sulit diawasi. Akibatnya, terjadi banjir barang selundupan yang melemahkan daya saing industri nasional. Miliaran dolar amblas setiap tahun akibat ketidakmampuan menjaga perbatasan dengan baik. Menurut taksiran kemampuan TNI-AL, sekitar 40 persen dari seharusnya digunakan untuk mengamankan lautan akibat kekuarangan dana dan sarana yang lain. Kendala utama bagi masyarakat Indonesia adalah mengubah pola pikir, baik di kalangan pejabat, politisi, pengusaha, maupun tenaga kerja. Mengubah pola pikir ini sangat penting bagi keberhasilan kita memasuki AFTA.
Namun, selain menghadapi berbagai persoalan, AFTA jelas juga membawa sejumlah keuntungan. Pertama, barang-barang yang semula diproduksi dengan biaya tinggi akan bisa diperoleh konsumen dengan harga lebih murah. Kedua, sebagai kawasan yang terintegrasi secara bersama-sama, kawasan ASEAN akan lebih menarik sebagai lahan investasi. Indonesia dengan sumber daya alam dan manusia yang berlimpah mempunyai keunggulan komparatif. Namun, peningkatan SDM merupakan keharusan. Ternyata, kemampuan SDM kita sangat payah dibandingkan Filipina atau Thailand.
Berdasarkan peraturan Pemerintah Nomer 63 tahun 1999, pihak asing dimungkinkan untuk mempunyai saham hampir 99 persen. Jadi jika ingin menambah sahamnya, sedangkan partner lokalnya tidak mampu, maka saham partner lokal menjadi terdivestasi.
2.4 Dampak AFTA
Ada banyak dampak suatu perjanjian perdagangan bebas, antara lain spesialisasi dan peningkatan volume perdagangan. Sebagai contoh, ada dua negara yang dapat memproduksi dua barang, yaitu A dan B, tetapi kedua negara tersebut membutuhkan barang A dan B untuk dikonsumsi.
Secara teoretis, perdagangan bebas antara kedua negara tersebut akan membuat negara yang memiliki keunggulan komparatif (lebih efisien) dalam memproduksi barang A (misalkan negara pertama) akan membuat hanya barang A, mengekspor sebagian barang A ke negara kedua, dan mengimpor barang B dari negara kedua.
Sebaliknya, negara kedua akan memproduksi hanya barang B, mengekspor sebagian barang B ke negara pertama, dan akan mengimpor sebagian barang A dari negara pertama. Akibatnya, tingkat produksi secara keseluruhan akan meningkat (karena masing-masing negara mengambil spesialisasi untuk memproduksi barang yang mereka dapat produksi dengan lebih efisien) dan pada saat yang bersamaan volume perdagangan antara kedua negara tersebut akan meningkat juga (dibandingkan dengan apabila kedua negara tersebut memproduksi kedua jenis barang dan tidak melakukan perdagangan).
Saat ini AFTA sudah hampir seluruhnya diimplementasikan. Dalam perjanjian perdagangan bebas tersebut, tarif impor barang antarnegara ASEAN secara berangsur-angsur telah dikurangi. Saat ini tarif impor lebih dari 99 persen dari barang-barang yang termasuk dalam daftar Common Effective Preferential Tariff (CEPT) di negara-negara ASEAN-6 (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand) telah diturunkan menjadi 5 persen hingga 0 persen.
Sesuai dengan teori yang dibahas di atas, AFTA tampaknya telah dapat meningkatkan volume perdagangan antarnegara ASEAN secara signifikan. Ekspor Thailand ke ASEAN, misalnya, mengalami pertumbuhan sebesar 86,1 persen dari tahun 2000 ke tahun 2005. Sementara itu, ekspor Malaysia ke negara-negara ASEAN lainnya telah mengalami kenaikan sebesar 40,8 persen dalam kurun waktu yang sama.
Adanya AFTA telah memberikan kemudahan kepada negara-negara ASEAN untuk memasarkan produk-produk mereka di pasar ASEAN dibandingkan dengan negara-negara non-ASEAN. Untuk pasar Indonesia, kemampuan negara-negara ASEAN dalam melakukan penetrasi pasar kita bahkan masih lebih baik dari China. Hal ini terlihat dari kenaikan pangsa pasar ekspor negara ASEAN ke Indonesia yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kenaikan pangsa pasar China di Indonesia.
Pada tahun 2001 pangsa pasar ekspor negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 17,6 persen. Implementasi AFTA telah meningkatkan ekspor negara-negara ASEAN ke Indonesia. Akibatnya, pangsa pasar ASEAN di Indonesia
2.5 Keuntungan AFTA Bagi Indonesia
Suatu kesepakatan atau perjanjian kerjasama dalam perdagangan dilakukan terdapat suatu keuntungan tersendiri bagi negara yang ikut kedalamnya. Dalam AFTA tersendiri, negara-negara ASEAN sepakat untuk ikut serta berarti terdapat suatu keuntungan yang nantinya akan didapat oleh negara anggotanya.[9]
Bagi Indonesia sendiri, AFTA merupakan kerjasama yang menguntungkan. AFTA merupakan peluang bagi kegiatan eksport komoditas pertanian yang selama ini dihasilkan dan sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri untuk menghasilkan komoditas yang kompetitif si pasar regional AFTA sendiri. Peningkatan daya saing ini akan mendorong perekonomian Indonesia untuk semakin berkembang. AFTA juga merangsang para pelaku usaha di Indonesia untuk menghasilkan barang yang berkualitas sehingga dapat bersaing dengan barang-barang yang dihasilkan oleh negara-negara ASEAN lainnya.
AFTA juga dianggap dapat memberikan peluang bagi pengusaha kecil dan menengah di Indonesia untuk mengekspor barangnya. Hal ini membuat para pelaku usaha tersebut mendapatkan pasar untuk melempar produk-produknya selain di pasar dalam negeri. Adanya kesempatan besar bagi para pelaku usaha di Indonesia untuk lebih meningkatkan produk barangnya dari segi mutu juga mendorong kesadaran para pengusaha-pengusaha di Indonesia untuk memiliki daya saing usaha yang kuat.
Jelas semua hal tersenut dapat terwujud dengan adanya sokongan dari pemerintah Indonesia dalam memberikan modal bagi peningkatan kualitas produksi dan standar mutu barang. Pemerintah Indonesia sepatutnya menerapkan suatu undang-undang yang memberikan kebebasan bagi para pelaku usahanya untuk meningkatkan daya saingnya. Hal ini dikarenakan untuk menciptakan suatu usaha yang mandiri terutama dalam menghadapi AFTA. Dukungan pemerintah sangat dibutuhkan disini, jika suatu industri tidak dapat bersaing dikarenakan rendahnya mutu barang pemerintah haruslah memberikan suatu sokongan dengan cara memberikan bantuan modal.Bentuk bantuan tersebut semata-mata untuk merangsang para pengusaha kecil dan menengah dalam peningkatan kualitas barang produksinya agar dapat bersaing dengan produk-produk lain yang masuk ke pasar dalam negeri.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan  
AFTA adalah bentuk dari Free Trade Area di kawasan Asia Tenggara merupakan kerjasama regional dalam bidang ekonomi mempunyai tujuan untuk meningkatkan volume perdagangan di antara negara anggota melalui penurunan tarif beberapa komoditas tertentu, termasuk di dalamnya beberapa komoditas pertanian, dengan tarif mendekati 0-5 persen. Inti AFTA adalah CEPT (Common Effective Preferential Tariff), yakni barang-barang yang diproduksi di antara negara ASEAN yang memenuhi ketentuan setidak-tidaknya 40 % kandungan lokal akan dikenai tarif hanya 0-5 %.
Sampai saat ini, CEPT masih merupakan hal yang sulit untuk dijalankan oleh Negara-negara di ASEAN, hanya Singapura saja yang sudah dapat mengurangi hambatan tarifnya sebesar 0 %, sedangakan Negara-negara ASEAN lainnya masih berusaha untuk mencoba mengurangi hambatan tarifnya.
Indonesia sebagai Negara yang menyetujui AFTA, sebentar lagi akan masuk ke dalam era perdagangan bebas, sehingga bangsa ini akan bersaing dengan bangsa-bangsa ASEAN lainnya. Dengan kondisi bangsa Indonesia dan perekonomian Indonesia saat ini, Indonesia dapat dikatakan masih belum siap dalam menghadapi persaingan global. Sumber daya manusia Indonesia dengan masih banyaknya masyarakat dengan tingkat pendidikan dan keahlian yang minim membuat Indonesia diprediksikan akan kalah dalam persaingan. Situasi politik dan hukum di Indonesia yang amat sangat tidak pasti juga menambah jumlah nilai minus Indonesia dalam menghadapi AFTA.
3.2 Saran
Infrastruktur dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia dinilai belum siap menghadapi ASEAN Free Trade Area (AFTA) atau pasar bebas ASEAN mulai 2015. “Kita semua tahu bagaimana kualitas SDM dan infrastruktur kita, padahal pasar bebas ASEAN itu tidak lama lagi,” kata pengamat politik ekonomi internasional UI, Beginda Pakpahan, di Jakarta. Ia mengatakan pada dasarnya FTA (Free Trade Area) sangat potensial untuk memperluas jejaring pasar sekaligus menambah insentif, karena tidak adanya lagi pembatasan kuota produk.[10]
Namun, bagi Indonesia bukan melulu keuntungan, sebab FTA juga bisa menjadi ancaman bila pemerintah RI tidak mempersiapkan SDM dan infrastruktur dalam negeri. Dampak terburuk justru mengancam masyarakat lapisan paling bawah, seperti petani gurem dan pedagang kecil. Saat ini Indonesia setidaknya berada di peringkat keenam di ASEAN di luar negara-negara yang baru bergabung (Kamboja, Vietnam, Laos, dan Myanmar).
Selain SDM, infrastruktur di tanah air juga belum mendukung untuk menghadapi AFTA. Indonesia harus bisa menjadi pengelola atau tidak melulu menjadi broker atau mediator dalam perdagangan bebas. Agenda terdekat menjelang era pasar bebas, Indonesia harus bisa membenahi dan menyelesaikan kepemimpinan nasional, mewujudkan “good corporate governance“, dan membenahi birokrasi sekaligus memberantas korupsi. Selain itu, DPR juga harus sejalan dengan pemerintah dalam masa-masa krisis dan membenahi jajaran TNI/POLRI.
Yang harus dilakukan Indonesia agar dapat dengan baik menghadapi AFTA dan dapat bersaing dengan Negara-negara lain di dalamnya adalah :
a.      Pemantapan Organisasi Pelaksanaa AFTA
AFTA sebagai suatu kegiatan baru dalam kerjasama ASEAN harus didukung oleh
struktur organisasi yang kuat agar pelaksanaannya dapat berjalan sebagaimana
mestinya. Struktur organisasi yang kuat sangat diperlukan karena AFTA harus dilaksanakan dengan baik, adil dan terarah sehingga dapat dimanfaatkan secara maksimal dan merata. Juga diperlukan pengawasan yang ketat untuk menjaga agar jangan sampai terjadi kecurangan dalam pelaksanaan perdagangan yang akan merugikan negara tertentu.
b.      Promosi dan Penetrasi Pasar
Kenyataan menunjukkan bahwa volume perdagangan Indonesia dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya, adalah nomor dua terkecil setelah Filipina, sedangkan volume perdagangan Indoensia dengan Singapura hanya 5,1 persen dari seluruh perdagangan intra-ASEAN. Keadaan tersebut
terutama disebabkan oleh komoditas ekspor Indonesia belum banyak dikenal oleh negara-negara ASEAN. Karena itu, keikutsertaan dalam pameran perdagangan internasional perlu ditingkatkan. Peningkatan kunjungan dagang sangat besar pula artinya dalam melakukan promosi dan penetrasi pasar hasil produksi Indonesia.
c.       Peningkatan Efisiensi Produksi Dalam Negeri
Untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam negeri, perlu diciptakan kondisi persaingan yang sehat di antara sesama pengusaha agar tidak terdapat “distorsi harga” bahan baku. Di samping itu, biaya-biaya non produksi secara keseluruhan dapat ditekan. Dalam kaitan ini, kebijakan deregulasi yang telah dijalankan Pemerintah sejak beberapa tahun yang lalu perlu terus dilanjutkan dan diperluas kepada sektor-sektor riil yang langsung mempengaruhi kegiatan produksi dan selanjutnya perlu diusahakan agar pemberian fasilitas-fasilitas yang cenderung menciptakan kondisi monopoli dalam pengelolaan usaha perlu dihilangkan.
d.      Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia
Kualitas sumberdaya manusia Indonesia masih jauh lebih rendah dibandingkan kualitas sumberdaya manusia negara ASEAN lainnya. Oleh karena itu, dalam rangka menghadapi AFTA, usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perlu lebih ditingkatkan dengan mengembangkan sekolah kejuruan dan politeknik di masa mendatang.
e.       Perlindungan Terhadap Industri Kecil
Pelaksanaan AFTA akan mengakibatkan tingginya tingkat persaingan, sehingga hanya perusahaan besar yang mampu terus berkembang. Perusahaan besar tersebut di-perkirakan terus menekan industri kecil yang pada umumnya kurang mampu bersaing dengan para konglomerat. Untuk melindungi industri kecil tersebut, perlu diwujudkan sebuah undang-undang anti monopoli atau membentuk suatu organisasi pemersatu perusahaan-perusahaan berskala kecil.
f.       Upaya Meningkatkan Daya Saing Sektor Pertanian
Dalam upaya meningkatkan peran ekspor sektor pertanian, perlu dikembangkan produk-produk unggulan yang mampu bersaing di pasar, baik pasar domestik maupun pasar internasional. Pengembangan produk-produk unggulan dilaksanakan melalui serangkaian proses yang saling terkait serta membentuk suatu sistem agribisnis yang terdiri dari sistem pra produksi, produksi, pengolahan dan pemasaran (Kartasasmita, 1996).


DAFTAR PUSTAKA

Gie, The Liang. Ilmu Politik : Suatu Pembahasan Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkupan dan Metodologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press. 1974.
Nasution, M.A., Prof. Dr. S. 2003. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : PT. Bumi Aksara.
Mas’oed, Mohtar. 1990. Ilmu Hubungan internasional, Disiplin dan Metodeologi. Jakarta: LP3ES.
Nazir, Ph.D. Nazir. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Budiardjo, Miriam. 2001. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia.
UNEJ, UPT Penerbitan. 2006. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Universitas Jember. Jember: Jember University Press.\
Tambunan, Dr. Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia.

Halwani, R. Hendra Prof. Dr. M.A. 2005. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia Indonesia.









[1] Gie, The Liang. Ilmu Politik : Suatu Pembahasan Tentang Pengertian, Kedudukan, Lingkupan dan Metodologi. Jogjakarta : Gadjah Mada University Press. 1974. Hal 47.

[2] Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, Disiplin dan Metodologi. Jakarta ; LP3ES, 1990, Hal 94
[3] Miriam Budiarjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama, 2000.
[4] Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia; Jakarta, 1988, Hal 40.
5Nasution, M.A., Prof. Dr. S. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta : PT. Bumi Aksara. 2003. Hal. 39.
[6] http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/
[7] Prof. Dr. R. hendra Halwani, M.A. Ekonomi Internasional dan Globalisasi ekonomi. Bogor: Ghalia Indonesia. 2005. Hal 340
[8] Dr. Tulus T.H. Tambunan. Globalisasi dan Perdagangan Internasional. Bogor: Ghalia Indonesia. 2004. Hal 325
[9] http://regional.kompasiana.com/2010/11/14/asean-free-trade-area/
[10] http://andriaditya.wordpress.com/2007/06/21/indonesia-dan-afta/